Monday, September 15, 2014

Orang Sunda Dilarang Nikah dengan Orang Jawa?

Sesuai dengan judul, kali ini saya akan membahas mengenai mitos larangan menikah antara orang Sunda dan orang Jawa.

"Jangan nikah sama orang Jawa, ntar hidupnya gak makmur." Ini kata orang Sunda.

"Jangan nikah sama orang Sunda, ntar hidupnya susah." Ini kata orang Jawa.

Nahyoloh........ Padahal kan masa depan tergantung sama masing masing orangnya ya. Nah ternyata, larangan nikah ini tuh semua berawal dari dendam sejarah.

JRENG JRENG JRENG JRENG

Ya, peristiwa sejarah yang stau ini biasa disebut Perang Bubat. Kenapa Bubat? Karena perang ini terjadi di wilayah Bubat. Jadi ini terjadi pada jaman kerajaan Majapahit. Pada masa itu, raja Majapahit, Hayam Wuruk, ingin memperistri salah satu putri dari kerajaan Sunda yaitu Dyah Pithaloka.

Alasan umum yang dapat diterima adalah Hayam Wuruk memang berniat memperistri Dyah Pitaloka dengan didorong alasan politik, yaitu untuk mengikat persekutuan dengan Negeri Sunda. Atas restu dari keluarga kerajaan Majapahit, Hayam Wuruk mengirimkan surat kehormatan kepada Maharaja Linggabuana untuk melamar Dyah Pitaloka. Upacara pernikahan rencananya akan dilangsungkan di Majapahit. Pihak dewan kerajaan Negeri Sunda sendiri sebenarnya keberatan, terutama Mangkubumi Hyang Bunisora Suradipati. Ini karena menurut adat yang berlaku di Nusantara pada saat itu, tidak lazim pihak pengantin perempuan datang kepada pihak pengantin lelaki. Selain itu ada dugaan bahwa hal tersebut adalah jebakan diplomatik Majapahit yang saat itu sedang melebarkan kekuasaannya, diantaranya dengan cara menguasai Kerajaan Dompu di Nusa Tenggara.
Linggabuana memutuskan untuk tetap berangkat ke Majapahit, karena rasa persaudaraan yang sudah ada dari garis leluhur dua negara tersebut. Linggabuana berangkat bersama rombongan Sunda ke Majapahit dan diterima serta ditempatkan di Pesanggrahan Bubat.

Gajah Mada yang saat itu adalah teman dekat Hayam Wuruk sekaligus mahapatih terbaik yang dipercaya untuk menerima kedatangan rombongan dari Pajajaran. Namun, karena sumpah palapa-nya (keinginan untuk menyatukan nusantara), Gajah Mada menyangka bahwa kedatangan mereka adalah sebagai bentuk penyerahan diri kerajaan Pajajaran kepada kerajaan Majapahit. Gajah Mada memaksa Hayam Wuruk menerima Dyah Pithaloka buan sebagai pengantin, namun sebagai tanda takluk negeri Sunda kepada kerajaan Majapahit.

Hayam Wuruk yang masih amat bimbang dan kagetpun belum sempat memberikan keputusan, namun Gajah Mada telah mengerahkan pasukannya (Bhayangkara) ke Pesanggrahan Bubat dan mengancam Linggabuana untuk mengakui superioritas Majapahit. Demi mempertahankan kehormatan sebagai ksatria Sunda, Linggabuana menolak tekanan itu. Akhirnya pertempuran pun tak dapat dicegah. Pihak Linggabuana kewalahan menghadapi serangan Majapahit karena awak prajurit yang tak sebanding. Rombongan dari kerajaan Pajajaran pun akhirnya kalah.

Tradisi menyebutkan sang Putri Dyah Pitaloka dengan hati berduka melakukan bela pati, bunuh diri untuk membela kehormatan bangsa dan negaranya. Tindakan ini mungkin diikuti oleh segenap perempuan-perempuan Sunda yang masih tersisa, baik bangsawan ataupun abdi. Menurut tata perilaku dan nilai-nilai kasta ksatriya, tindakan bunuh diri ritual dilakukan oleh para perempuan kasta tersebut jika kaum laki-lakinya telah gugur. Perbuatan itu diharapkan dapat membela harga diri sekaligus untuk melindungi kesucian mereka, yaitu menghadapi kemungkinan dipermalukan karena pemerkosaan, penganiayaan, atau diperbudak.

Hayam Wuruk menjadi sedih atas kematian Dyah Pithaloka. Setelah kejadian ini diberitakan bahwa hubungan antara Gajah Mada dan Hayam Wuruk menjadi retak. Mereka kerap bertengkar dan bermusuhan. Karena peristiwa ini juga permasalahan antara dua kerajaan terus berlangsung sampai sekarang. Jawa dan Sunda pun belum bisa kembali seperti semula. Makanya, ada anggapan jangan menikah antara Jawa dan Sunda, mungkin karena masih ada trauma sejarah yakni takut salah satu pihak akan dikecewakan.

Sumber : DISINI


No comments:

Post a Comment